Halaman

Selasa, 26 Februari 2013

Padang Bulan

yo prakanca dolanan ning njaba
padang bulan padange kaya rina
rembulane e sing awe-awe
ngelingake aja turu sore-sore

Di atas adalah lagu dolanan anak Padang Bulan yang saya tidak tahu siapa penciptanya. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia kurang lebih seperti ini :
ayo teman bermain di luar rumah
terang bulan terangnya seperti siang
bulan melambai-lambaikan tangannya
mengingatkan jangan tidur terlalu sore
Saat kecil saya diajari lagu ini oleh teman-teman sepermainan saya, juga orang tua saya, dan saat masuk sekolah guru juga mengajarkan. 
Sebagaimana lagu-lagu dolanan jawa lainnya lagu ini sering dinyanyikan oleh anak-anak saat bermain pada masa kecil saya dulu. Liriknya sederhana namun begitu ceria dan mengajarkan kebaikan. Lagu ini menggambarkan kecerian saat bulan purnama tiba. Kan dulu listrik PLN belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia ( sekarang pun ada yang belum ), jadi kalau bulan purnama tiba suasana malam jadi terang banget tidak seperti sekarang yang lampu-lampu listrik sudah banyak jadi kalau ada bulan purnama agak kurang gregetnya karena mata kita sudah terbiasa dengan lampu-lampu yang ada.
Dulu kalau bulan purnama seperti sudah tradisi anak-anak bisa bermain sepuasnya di luar rumah saat malam hari. Permainannya macam-macam ada jamuran, petak umpet, gudakan patung ( kejar-kejaran kalau kena harus diam seperti patung ), dakon/congklak dan lain-lainya. Pokoknya kalau purnama kampung jadi rame, penjual jajanan juga laris. Tidak seperti sekarang, anak-anak lebih suka bermain mainan elektronik dan makan makanan junkfood.
Kalau ingat masa kecil dulu jadi pingin jadi anak-anak lagi, bermain tanpa beban, kalau habis berantem berbaikan lagi tidak ada dendam. Dan yang pasti kalau malam bisa melihat bintang-bintang di langit dengan jelas tanpa terganggu lampu listrik, serta saat purnama tiba bisa bermain sepuasnya di malam hari.

Senin, 18 Februari 2013

Menunggumu

Entah sudah berapa orang dan kendaraan yang lewat di depanku, entah sudah berapa kali kuanggukkan kepala menggapi sapaan orang yang lewat. Jenuh, bosan. Di pertigaan dekat jembatan gantung ini sudah tiga jam aku duduk di bawah pohon asam. Lupakah kau akan janjimu, terlalu sibukkah dirimu, ataukah ada sesuatu hal buruk yang terjadi.
Melihat jam tanganku, menengok arah jembatan, gelisah dan gelisah. Capek dan haus tak kuhiraukan. Kembali ke hari - hari kemarin, ini bukan yang pertama kalinya kau lupa akan janjimu. Bosan dan marah memenuhi diriku. Kenapa selalu hanya aku yang datang di setiap kau berjanji untuk mengajak bertemu.
Hari berangkat senja, merah langit barat, merah juga amarahku. Kuangkat kakiku untuk pulang, dengan hati tak rela kutengok sekali lagi ke arah jembatan, dan aku takjub dengan penglihatanku. Kau berlari, berteriak memanggil namaku. Dengan napas terengah-engah berdiri dengan senyum di wajahmu. "Maaf", katamu. Dengan semangat kau ceritakan alasan keterlambatanmu. Dan entah hilang kemana semua amarahku yang tadi, hanya senyuman yang ada di wajahku. Apakah aku terlalu mudah memaafkan? Entahlah, tak mungkin kutolak permintaan maaf orang lain.
Dan, kau antarkan aku pulang, sesuatu yang jarang engkau lakukan.
Langit barat semakin merah ditingkah arakan burung yang pulang ke sarangnya. Aku berjalan dengan senyum.